
“Tetapi engkau telah mengikuti ajaranku, cara hidupku, pendirianku, imanku, kesabaranku, kasihku dan ketekunanku”
2 Timotius 3 : 10
Ada sebuah kisah nyata tentang seorang pendeta yang melayani seorang anak
laki-laki yang menjadi korban perang. Di tengah masa kritisnya, pendeta
menanyakan kepada anak itu apakah dia mempunyai pesan terakhir untuk ibunya.
“Ya,” jawab anak itu, “Katakan padanya, saya meninggal dalam keadaan bahagia.” “Ada
pesan lain?,” tanya sang pendeta. “Ya. Tulislah surat untuk guru sekolah minggu
saya. Katakan kepadanya, saya meninggal sebagai orang Kristen dan saya tidak
pernah melupakan ajarannya.”
Beberapa minggu kemudian, pendeta itu menerima sepucuk surat dari guru
sekolah minggu tersebut. Bunyinya demikian: “Tuhan Maha Pengampun! Baru bulan
lalu saya mengundurkan diri dari kelas sekolah minggu karena merasa saya bukan
seorang yang memiliki kemampuan mengajar yang baik. Karena kekurangsetiaan
saya, saya mundur dari pelayanan saya. Namun, ketika saya menerima surat dari
Bapak, yang mengatakan bahwa apa yang saya ajarkan bermanfaat memenangkan jiwa,
saya kembali ke sekolah minggu. Di dalam nama Kristus, saya akan terus
mengajar. Saya akan setia mendidik sampai akhir hidup saya seperti Kristus
sudah mendidik saya.”
Sahabat, pendidikan bisa dikatakan seperti sebuah transportasi yang dapat
membawa bangsa menuju taraf hidup yang lebih baik, maju dan beradab. Salah satu
kunci keberhasilan pendidikan terletak pada mutu dan karakter pendidiknya.
Apabila seorang pendidik memiliki hati yang tulus memberikan seluruh daya yang
ia miliki untuk mendidik seorang anak menjadi pribadi yang suka belajar, penuh
rasa ingin tahu, terampil, berkarakter dan memiliki iman yang kuat, tentunya
bangsa kita akan menjadi bangsa yang tangguh.
Namun, terkadang ada saja hal yang dapat menyurutkan semangat mengajar
seorang pendidik. Melihat anak didik yang terkadang tidak peduli dengan
pengajaran yang disampaikan, semangat belajar mereka yang rendah, mental yang
selalu ingin instan, lebih memilih asyik dengan gadget untuk have fun
semata dibanding memanfaatkan fasilitas yang ada untuk mengembangkan
pengetahuan dan keterampilan yang sudah diajarkan. Ditambah lagi, manajemen dan
sistem pendidikan yang morat-marit, dicampur dengan kepentingan politik dan
kepentingan golongan tertentu.
Kondisi seperti ini tidak mengherankan. Dalam 2 Tim 3 : 1-5, Paulus
mengingatkan kita tentang keadaan manusia di akhir zaman. Hal yang senada juga
disampaikan lagi dalam 2 Tim 4: 3-4, “Karena akan datang waktunya orang tidak
dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru
menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. Mereka memalingkan
telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng.”
Bagaimana kita menghadapi kondisi semacam ini? Jawabannya adalah dengan
terus menjadi teladan yang baik bagi anak didik kita. Seperti kisah nyata di
atas, bagaimana seorang murid hidup bertumbuh dalam pengajaran yang ia terima
dari guru sekolah minggunya. Seorang pendidik selayaknya mengajar dengan hati
yang tulus. Bukan hanya memberikan pengetahuan dan keterampilan yang dikuasai,
tapi juga membentuk murid menjadi orang yang berkarakter, mampu melihat
pekerjaannya sebagai panggilan jiwa dan memiliki iman yang kokoh di dalam
Kristus.
Menjadi seorang pendidik tidak terbatas dengan menjadi seorang guru saja.
Sebagai orang tua, kita sudah menjadi pendidik bagi anak-anak kita. Sebagai
seorang kakak KTB, kita pun sudah menjadi pendidik bagi adik KTB kita.
Selayaknya kita terus menjadi teladan bagi orang yang kita muridkan. Dengan
menjadi teladan, ajaran kita akan lebih berkuasa, lebih bisa diterima karena
orang melihat buktinya secara langsung.
Keteladanan tidak berhubungan dengan usia. Keteladanan diperoleh melalui disiplin
tinggi dan kerendahan hati untuk taat dibentuk. Jadilah teladan dalam
perkataan, dalam tingkah laku, dalam kasih, kesetiaan, dan kesucianmu (1 Tim
4:12). Kita mengakui, memang tidak mudah untuk menjadi teladan bagi orang di
sekeliling kita. Namun, menjaga kesaksian dan menjadi teladan bukanlah sebuah
pilihan melainkan kewajiban seorang pendidik sejati. Kristus adalah teladan
yang sempurna (Mat 7:28-29). Bersama Kristus tidak ada yang mustahil.
Bayangkan, surat seperti apa akan kita terima dari orang yang kita didik?
Sudahkah mereka mengalami Kristus melalui hidup kita, para pendidiknya? (ACS)
What the teacher is, is more
important than what he teaches
(Karl Menninger)
“TUHANlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya.” Mazmur 24:1
Firman Tuhan pagi ini membuat batin saya tersentak kembali. Tuhanlah yang empunya seluruh dunia ini serta yang ada di dalamnya…Sering kali di dalam hidup ini, saya terlalu egois. Dengan cermatnya saya mengatur kegiatan saya hari ini, esok, bulan depan, tiga bulan lagi, satu tahun lagi, lima tahun lagi, dan seterusnya. Impian-impian menggelitik di depan saya begitu menggoda untuk dibayangkan bahkan diraih, tapi ada satu hal yang hampir terlupakan. Sudahkah saya melibatkan Tuhan dalam setiap rencana masa depan yang saya buat ??
Mengingat kembali karya penebusan Kristus di kayu salib untuk menebus dosa saya dan seluruh umat manusia. Tanpa penebusan-Nya, kita tidak mungkin meraih keselamatan dan kehidupan kekal. Dengan karya penebusan-Nya, otomatis hidup ini adalah milik-Nya. Apapun yang Dia inginkan untuk kita lakukan, selayaknya itulah yang harus kita kerjakan. “Kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar..(1 Kor 7:23a)”
Natur keberdosaan kita membuat kita sombong, merasa hidup ini milik kita, kita yang berkuasa menentukan apa yang harus terjadi dan tidak boleh terjadi, menolak pimpinan dan otoritas-Nya dalam hidup kita. Memang kita tidak suka bila seseorang mendikte tentang apa yang harus kita lakukan, karena bisa saja orang itu meminta kita untuk melakukan hal-hal yang tidak kita sukai atau bisa jadi menempatkan kita dalam situasi yang tidak kita inginkan. Namun, yang memiliki hidup kita adalah orang nomor satu, yang paling mengetahui masa depan kita, yang paling tahu apa yang terbaik untuk hidup kita, yang selalu memelihara kita, dan tidak pernah meninggalkan kita, Tuhan Yesus Kristus!
Jadi, sungguh keputusan yang bodoh apabila saya menyerahkan kendali hidup ini pada kehendak saya sendiri atau pada orang lain yang tidak mengetahui hal-hal yang pasti tentang saya! “Ampuni aku, Tuhan. Selama ini sungguh aku sering tidak taat. Aku mengakui kuasa-Mu, Tuhan. Aku ini milikMu, Tuhan, nyatakan apa yang Engkau ingin aku lakukan dalam hidup ini. You are The Master!” Bila saat ini, apa yang Saudara alami juga seperti yang saya alami, mari kita bertobat. Hari lepas hari, akui Dia di dalam hidup kita. Kita ini milik-Nya.Tugas kita adalah mempercayai Dia dan hidup bagi Dia. Miliki hati seperti hati-Nya, miliki mata seperti mata-Nya, miliki tangan seperti tangan-Nya, miliki kaki seperti kaki-Nya, maka kita akan menjadi anak kebanggaan-Nya. Roh Kudus yang akan menguatkan dan memampukan kita! Haleluya ! (ACS)
Anda rindu berbagi artikel renungan dengan kami?
Kirimkan artikel renunganmu ke alamat email serkretariat Perkantas Kalimantan Tengah.
Terima kasih